Profil Facebook Nyoman Ekayana

Cari di blog ini

Links

Followers

Advertisers


Masukkan Code ini K1-B133A2-E
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

05 Agustus 2011

Prinsip-prinsip Dasar Wartawan


Prinsip-prinsip Dasar yang Harus Diketahui Wartawan dalam Menulis Berita
Prinsip-prinsip Dasar yang Harus Diketahui Wartawan dalam Menulis Berita
Ada lima syarat menulis berita, yaitu:
1.Kejujuran: apa yang dimuat dalam berita harus merupakan fakta yang benar-benar terjadi. Wartawan tidak boleh memasukkan fiksi ke dalam berita.
2.Kecermatan: berita harus benar-benar seperti kenyataannya dan ditulis dengan tepat. Seluruh pernyataan tentang fakta maupun opini harus disebutkan sumbernya.
3.Keseimbangan:

Agar berita seimbang harus diperhatikan:
1.tampilkan fakta dari masalah pokok
2.jangan memuat informasi yang tidak relevan
3.jangan menyesatkan atau menipu khalayak
4.jangan memasukkan emosi atau pendapat ke dalam berita tetapi ditulis seakan-akan sebagai fakta
5.tampilkan semua sudut pandang yang relevan dari masalah yang diberitakan
6.jangan gunakan pendapat editorial
4.Kelengkapan dan kejelasan:
Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what, why, when, where, dan how.
5.Keringkasan:
Tulisan harus ringkas namun tetap jelas yaitu memuat semua informasi penting.

Struktur Berita dan Induk Berita
Judul berita sangat penting untuk mengantarkan pembaca masuk ke dalam berita. Ia digunakan untuk merangkum isi berita kepada pembaca mengenai isi berita. Karenanya, penulisan judul berita hendaknya dibuat dengan mengikuti kaidah penulisan judul berita
Judul berita memiliki beberapa fungsi, yakni untuk menarik minat pembaca; merangkum isi berita; melukiskan “suasana berita”; menserasikan perwajahan surat kabar.
Judul berita sebaiknya sesuai dengan teras berita. Artinya, tidak ada pertentangan antara keduanya. Judul juga sebaiknya memakai kalimat positif serta diusahakan senetral mungkin. Prinsip cover both side (menampilkan dua sisi dalam pemberitaan) diimplementasikan – salah satunya – dalam penulisan judul berita. Selain itu judul berita juga sebaiknya dibuat dengan menggunakan kata-kata yang sederhana dan sejelas mungkin.
Teknik Menulis Teras Berita
Teras berita adalah modal utama seorang reporter untuk menarik minat pembaca sehingga pembaca akan terus tertarik untuk membaca sampai selesai berita yang ditulisnya.
Teras berita yang baik menyampaikan secara ringkas intisari persoalan yang diberitakan. Intisari persoalan adalah fakta yang paling penting dari seluruh fakta dari persoalan itu. Menentukan fakta yang penting adalah sama halnya dengan menentukan nilai berita itu (news value). Pada umumnya sesuatu yang penting itu sekaligus sesuatu yang menarik. Dengan demikian jika penulis telah menemukan fakta terpenting untuk ditampilkan dalam lead, ia tinggal menulis lead itu dengan menarik.
Pedoman untuk menulis teras berita adalah: singkat, spesifik, identifikasi dengan jelas, hindari bentuk pertanyaan atau kutipan, beri keterangan waktu dengan tepat dan keterangan dengan tepat. Adapun jenis-jenis berita adalah: ringkas, kutipan, teras berita menunjuk, pertanyaan, deskripsi, latar belakang, kontras, lead memukul, dan lead aneh.

Teknik Menulis Tubuh Berita
Tubuh berita (news body) merupakan tempat di mana berita terletak. Dalam tubuh beritalah pembaca dapat mengetahui berita yang sesungguhnya, dalam arti bukan rangkuman. Karena tubuh berita menyimpan informasi yang penting, tubuh berita hendaknya ditulis semenarik mungkin, sehingga mampu membuat pembaca terus membaca berita tersebut, namun dengan tetap menjaga keringkasan berita (karena ruang yang terbatas dalam surat kabar).
Tubuh berita dapat disusun dengan susunan piramida terbalik, dengan susunan kronologis, maupun dengan susunan di mana informasi penting diletakkan di belakang.
Selain teknik penyusunan tubuh berita, membuat berita yang baik juga dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kesatuan tubuh berita. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengulangi kata-kata kunci; memakai kata maupun frase transisi yang tepat serta menyusun struktur berita dengan benar dan mengalir.
Di samping itu kekuatan tubuh berita dapat pula dibangun dengan menyertakan kutipan, baik langsung maupun tidak langsung, dari sumber berita; menyertakan nama/jabatan sumber berita (attribution); memberi identifikasi yang jelas tentang siapa sumber berita serta menyertakan latar belakang berita.
Penerapan Penulisan Berita
Setelah mendapatkan fakta-fakta secara lengkap di lapangan, maka pekerjaan berikut adalah menuangkannya ke dalam tulisan yang sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik yang baik. Pada bagian ini Anda telah mempelajari apa yang harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan tulisan jurnalistik, yakni: melaporkan secara menyeluruh, menuliskannya secara sistematis dan berstruktur, menggunakan tata bahasa yang benar dan tepat, hemat, serta menghadirkan intensitas dan warna. Tiga hal yang disebutkan belakangan dapat terpenuhi jika Anda menerapkan prinsip-prinsip bahasa jurnalistik. Terakhir, sebelum Anda menerbitkan tulisan Anda, pertimbangkan akan ketentuan hukum yang berkaitan dengan dunia pers dan kode etik akan menjadikan Anda seorang wartawan yang bijaksana.
Analisis Tulisan
Setelah mengamati dan menganalisis contoh tulisan jadi yang disiarkan media massa, Anda dapat merasakan betapa sebenarnya tidak mudah untuk membuat tulisan yang baik. Kurangnya informasi yang digali dari lapangan, menyebabkan tidak jelasnya laporan yang ditulis. Informasi yang lengkap pun belum tentu dengan sendirinya menjamin laporan yang dibuat akan baik. Pengabaian prinsip-prinsip penulisan yang dibahas di awal modul ini juga akan membuat laporan yang dihasilkan kurang sempurna. Jebakan lain yang mungkin kurang disadari penulis adalah berlebihnya hasil reportase sehingga penulis merasa sayang untuk membuang keterangan yang tak perlu.
Contoh tulisan ini sengaja tidak diperbaiki secara keseluruhan tetapi hanya pada bagian-bagian tertentu saja. Hal ini pertama karena tidak cukupnya keterangan atau fakta untuk membuat perbaikannya karena contoh ini memang diambil dari media massa sehingga berkas laporan reporter atau hasil wawancara dengan narasumber tidak ada kedua, agar tulisan tersebut dapat dijadikan bahan latihan bagi Anda.

[ Baca Selengkapnya... ]

27 Maret 2011

Jenis-jenis Film dokumenter


Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah "dokumenter" pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926. Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun. pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter berarti menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Dokudrama
Pada perkembangannya, muncul sebuah istilah baru yakni Dokudrama. Dokudrama adalah genre dokumenter dimana pada beberapa bagian film disutradarai atau diatur terlebih dahulu dengan perencanaan yang detail. Dokudrama muncul sebagai solusi atas permasalahan mendasar film dokumenter, yakni untuk memfilmkan peristiwa yang sudah ataupun belum pernah terjadi.

Dokumenter Modern
Para analis Box Office telah mencatat bahwa genre film ini telah menjadi semakin sukses di bioskop-bioskop melalui film-film seperti Super Size Me, March of the Penguins dan An Inconvenient Truth. Bila dibandingkan dengan film-film naratif dramatik, film dokumenter biasanya dibuat dengan anggaran yang jauh lebih murah. Hal ini cukup menarik bagi perusahaan-perusahaan film sebab hanya dengan rilis bioskop yang terbatas dapat menghasilkan laba yang cukup besar.
Perkembangan film dokumenter cukup pesat semenjak era cinema verité. Film-film termasyhur seperti The Thin Blue Line karya Errol Morris stylized re-enactments, dan karya Michael Moore: Roger & Me menempatkan kontrol sutradara yang jauh lebih interpretatif. Pada kenyataannya, sukses komersial dari dokumenter-dokumenter tersebut barangkali disebabkan oleh pergeseran gaya naratif dalam dokumenter. Hal ini menimbulkan perdebatan apakah film seperti ini dapat benar-benar disebut sebagai film dokumenter; kritikus kadang menyebut film-film semacam ini sebagai mondo films atau docu-ganda.[1] Bagaimanapun juga, manipulasi penyutradaraan pada subyek-subyek dokumenter telah ada sejak era Flaherty, dan menjadi semacam endemik pada genrenya.
Kesuksesan mutakhir pada genre dokumenter, dan kemunculannya pada keping-keping DVD, telah membuat film dokumenter menangguk keuntungan finansial meski tanpa rilis di bioskop. Meski begitu pendanaan film dokumenter tetap eksklusif, dan sepanjang dasawarsa lalu telah muncul peluang-peluang eksibisi terbesar dari pasar penyiaran. Ini yang membuat para sineas dokumenter tertarik untuk mempertahankan gaya mereka, dan turut mempengaruhi para pengusaha penyiaran yang telah menjadi donatur terbesar mereka.[2]
Dokumenter modern saling tumpang tindih dengan program-program televisi, dengan kemunculan reality show yang sering dianggap sebagai dokumenter namun pada kenyataannya kerap merupakan kisah-kisah fiktif. Juga bermunculan produksi dokumenter the making-of yang menyajikan proses produksi suatu Film atau video game. Dokumenter yang dibuat dengan tujuan promosi ini lebih dekat kepada iklan daripada dokumenter klasik.
Kamera video digital modern yang ringan dan editing terkomputerisasi telah memberi sumbangan besar pada para sineas dokumenter, sebanding dengan murahnya harga peralatan. Film pertama yang dibuat dengan berbagai kemudahan fasilitas ini adalah dokumenter karya Martin Kunert dan Eric Manes: Voices of Iraq, dimana 150 buah kamera DV dikirim ke Iraq sepanjang perang dan dibagikan kepada warga Irak untuk merekam diri mereka sendiri.
Bentuk Dokumenter Lainnya
Film Kompilasi
Film kompilasi dicetuskan pada tahun 1927 oleh Esfir Shub dengan film berjudul The Fall of the Romanov Dynasty. Contoh-contoh berikutnya termasuk Point of Order (1964) yang disutradarai oleh Emile de Antonio mengenai pesan-pesan McCarthy dan The Atomic Cafe yang disusun dari footage-footage yang dibuat oleh pemerintah AS mengenai keamanan radiasi nuklir (misalnya, memberitahukan pada pasukan di suatu lokasi bahwa mereka tetap aman dari radiasi selama mereka menutup mata dan mulut mereka). Hampir mirip dengannya adalah dokumenter The Last Cigarette yang memadukan testimoni dari para eksekutif perusahaan-perusahaan tembakau di depan sidang parlemen AS yang mengkampanyekan keuntungan-keuntungan merokok.




[ Baca Selengkapnya... ]

28 Februari 2011

Televisi Cermin Zaman

Tulisan ini diambil dari milis Media-Bali:

Oleh Toeti Adhitama Anggota Dewan Redaksi Media Group

Wartawan-wartawan umumnya, yang mengelola TV khususnya, bisa dipuja atau sebaliknya dicela habis-habisan karena kinerja mereka dan tergantung pada kepekaan nurani, nilai-nilai moral dan kesopanan yang mengawal mereka."
Beberapa hari sebe lum Metro TV meng udara satu dasawarsa yang lalu,seorang tokoh pertelevisian Indonesia bertanya, "Apakah televisi berita memiliki daya tarik?
Sulit untuk membayangkan." Untuk menghindari perdebatan berlarut, pertanyaan itu dibiarkan mengambang, berlalu tanpa jawaban. Sepuluh tahun kemudian terbukti,televisi berita adalah anak zaman. Dia berfungsi mencerdaskan. Pesan-pesan yang disampaikan Metro TV memenuhi kebutuhan penonton sasarannya. Yakni mereka yang menghendaki siaran padat berita dan informasi, sesuai dengan dinamika kehidupan modern.

Tidak ada masyarakat yang homogen. Semakin tinggi heterogenitas,semakin banyak memerlukan pilihan dan pengkhususan pelayanan jasa,termasuk jasa penyebaran informasi. Ini yang terbaca oleh tokoh pers Surya Paloh, yang idealisme, nyali, dan visinya mencetuskan gagasan melahirkan TV berita pertama di Indonesia.
Menanggapi banjir informasi Dalam era informasi, yang mencemplungkan
masyarakat dalam banjir informasi, para pengamat sosial mendapati ada
dua hal yang meminta perhatian:
1) jenis informasi yang datang dan
2)jenis masyarakat penerima informasi. Penerima informasi memiliki konsep yang berbeda-beda mengenai informasi yang diserap, sesuai dengan pendidikan dan pengalaman masing-masing. Dr Philip Kotler (1931-...), ahli pemasaran, dalam Social Marketing menyatakan bahwa masyarakat menafsirkan informasi sesuai dengan keyakinan dan
nilainilai yang dianutnya. Selain itu, ada saja kelompok yang secara kronis tidak reseptif terhadap informasi karena pengetahuan mereka demikian minim.

Akibatnya, informasi tidak gampang menyentuh perhatiannya. Respons terhadap informasi meningkat kala dia merasa pesan yang disampaikan melibatkan kepentingannya, atau sesuai dengan sikapnya. Masyarakat,kata Kotler, cenderung menolak informasi yang bertentangan dengan pendapat atau seleranya. Sebaliknya, dia cenderung menyambut gembira informasi yang mengenakkan atau sesuai dengan kebutuhan pikiran dan
perasaannya. Tidak mustahil yang diserap hanya yang bersifat hiburan,ringan, atau bahkan yang merangsang naluri rendah. Kenyataan tersebut mendorong media elektronik TV umumnya menyuguhkan berbagai jenis program dalam satu paket siaran, demi menarik sebanyakbanyaknya penonton.
Ini pun suatu pilihan.

Dalam kaitan efek siaransiaran televisi terhadap penonton, Dr Juwono Sudarsono, yang juga pakar pendidikan dan komunikasi, pernah mengatakan dalam suatu seminar bahwa masyarakat yang mendapat berbagai macam informasi belum tentu masyarakat yang produktif. Mengutip salah satu edisi majalah bulanan World Monitor, terbitan Christian Science Publishing Society, Juwono kemudian memaparkan tentang sebuah
organisasi yang pernah ada di Amerika, Action for Children Television (ACT; 1968-1992). Organisasi tersebut memperjuangkan agar Kongres Amerika mengupayakan pembaharuan dalam rancangan program-program televisi Amerika. Desakan itu diajukan bukan hanya dalam rangka memperbaiki dan membersihkan siaran-siaran untuk orang-orang dewasa yang sempat ditonton anak-anak, melainkan juga dalam usaha meningkatkan daya saing Amerika menghadapi perekonomian negara-negara lain.

Karena televisi salah satu media pendidikan yang paling efisien dan cost effective, ACT, sebelum dibubarkan pada 1992, pernah menuntut agar anak-anak Amerika pun dididik dan didayagunakan dalam arti luas supaya memahami tempat dan kedudukan Amerika sebagai kekuatan perekonomian dunia. Dengan kata lain, orientasi siaran televisi
hendaknya diarahkan bukan terutama pada hiburan, melainkan pada fungsinya yang utama, yakni `mencerdaskan' masyarakat. Bahwa mediadiharapkan mampu mencerdaskan masyarakat, agaknya umum disepakati.
Betapa besar peran pengelola yang ada di belakang media, umum dimengerti. Seperti kata almarhum Dr Soedjatmoko, yang prihatin menghadapi masa depan, dan kami k u t i p , " Te r k e m b a n g n y a masyarakat informasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, telahmengakibatkan perubahan sosial yang demikian pesat dan mendalam
sehingga melampaui kemampuan penyesuaian kebanyakan lemba ga, termasuk
berbagai sistem politik di dunia. Juga suatu negara pejabat menjadi
ketinggalan karena peningkatan kecerdasan dan kompleksitas
masyarakatnya sendiri."

Retrospeksi wartawan "The press thinks he is Jesus Christ, but he is not." Ucapan yang pernah dilontarkan Jenderal Benny Moerdani (alm)dalam suatu kelompok diskusi itu tidak gampang dilupakan. Bagi wartawan, ucapan itu menyengat, tetapi membuat orang mawas diri.
Apakah wartawan bersikap gagah-gagahan?
Media massa adalah cermin zaman. Wartawan mengungkap situasi zaman.Bukan hanya hasil pembangunan yang diungkap. Struktur hubungan sosial
pada umumnya, jenis-jenis kekuatan/ kekuasaan yang ada, maupun pengaruh tekanan-tekanan institusional dan industri (media) juga
diungkap. Media massa jelas tidak mungkin berdiri sendiri. Untuk mengenalnya, perlu dikenali proses operasionalnya, identitas/ peran wartawan-wartawannya dalam bidang-bidang politik/ ekonomi/budaya dan sosial, apa sumber-sumber kekuatan dan bagaimana aturan main yang dibuatnya maupun yang dibuat orang lain untuknya.

Di masa-masa sebelum 1966, idealisme wartawan dianggap menonjol karena
pikiran wartawan belum terpengaruh pertimbangan bisnis.Generasigenerasi lama sering berbangga diri bahwa merekalah anakrevolusi yang punya nyali.Namun, rasanya jauh lebih gampang terjun di media tanpamempertimbangkan sisi bisnisnya. Orang-orang pers atau media massa adalah anak zaman.

Namun, sejauh apa wartawan larut menjadi anak zaman? Sejauh apa pertimbangan bisnis membuatnya lupa diri? Perhatikan apa yang pernah dikatakan Goenawan Mohamad: "Maklum, di manamana kita melihat mentalitas bayaran--orang-orang politik, birokrat dan pejabat, ahli ilmu, dan wartawan. Apakah itu memang sifat bangsa kita? Saya kira tidak. Saya kira itu sifat setiap bangsa pada saat mereka baru saja menyaksikan hasil-hasil sebuah perekonomian yang bergerak,tapi tak punya kesempatan untuk mempersoalkan benar atau tidaknya mentalitas bayaran itu." Walaupun Goenawan mengatakannya hampir seperempat abad yang lalu, konsep tersebut terbukti masih berlaku sampai sekarang.

Singkat kata, wartawanwartawan umumnya, yang mengelola TV khususnya,bisa dipuja atau sebaliknya dicela habis-habisan karena kinerja mereka dan tergantung pada kepekaan nurani, nilai-nilai moral dan kesopanan yang mengawal mereka; selain kelincahan berpikir sesuai dengan perkembangan situasi.

Selamat ulang tahun ke-10 Metro TV.


[ Baca Selengkapnya... ]

19 Februari 2011

Standar Kerja Production House

Dalam mengerjakan sebuah program ( baca: company profile), diperlukan sebuah standar kerja yang untuk memberikan gambaran tentang apa yang akan dibuat.
1. Klien
Dalam produksi, klien dapat datang dari personal/ kelompok/ perusahaan ataupun Pemerintah Daerah. Untuk memulai sebuah pekerjaan maka para pihak yang tersebut diatas haruslah membuat kerjsama dalam bentuk tertulis . Kesepakatan antara para pihak sangat penting untuk menjalin kerjasama selanjutnya.
2. Penentuan Tema & Lokasi
-Tema adalah hal yang paling dari sebuah produksi. Untuk melangkah Pihak Pertama memberikan tema apa yang diberikan, dan untuk selanjutnya dari rumah produksi akan mengkajinya lebih dalam tentang apa yang tersangkut dalam tema tersebut.
-Antara para pihak selanjutnya bersama menentukan tempat lokasi dan menentukan kapan akan dilakukan pengambilan gambar.

3. Survey
Setelah lokasi ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah survey lokasi. Survey dilakukan untuk mempermudah lancarnya kegiatan shooting diantaranya :
- Dengan menentukan titik-titik pengambilan gambar maka berbagai
hal yang berkaitan dengan perlengkapan dapat dipersiapkan
-Untuk melengkapi data/ peralatan, maka rumah produksi harus melakukan pencatatan dalam setiap hal yang diperlukan dalam shooting.
-Tentukan kesepakatan dengan Pihak ketiga tentang siapa narasumber yang berkompeten untuk memberikan informasi/ statement.
Kemudian tentukan kapan jadwal shooting dilakukan.

4. Editing Script
Setiap rumah produksi , sebelum terjun ke lokasi shooting, maka buatlah sebuah editing script
Editing script adalah hal yang dapat membantu crew dalam melakukan tugasnya.
- kameramen: - dengan membaca story board mereka terbantu dalam pengambilan gambar.
- teknik : - dengan titik titik yang ditentukan mereka dapat mempersiapkan perlengkapan shooting
Di dalamnya berisi gambaran singkat tentang situasi yang akan terjadi dilapangan yang tentunya dapat berubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi lapangan.
Sebelum terjun ke lapangan, lakukan koordinasi dengan para pihak tentang script yang telah dihasilkan.

5. Shooting
Koordinasi dengan narasumber yang ada di lapangan sehari sebelumnya. Perubahan kondisi dan situasi pada waktu shooting sering terjadi, jangan lupa untuk selalu mencatat
- Ada beberapa hal yang dilakukan saat shooting adalah:
pengambilan gambar secara umum
pengambilan gambar secara insert
wawancara dengan narasumber
dan berbagai gambar pendukung lainnya
Editing script yang telah disusun apakah mengalami perubahan, lakukan pencatatan tentang data-data yang telah didapat
.-Jangan lupa untuk mengecek rekaman yang telah dilakukan saat di lapangan, hal ini untuk kepastian hasil yang didapat

6. Naskah
-Naskah adalah hasil perjalanan dalam shooting yang dituangkan dalam format khusus.
-Naskah ini untuk mempermudah proses editing oleh editor dalam menyusun audio dan video acara tersebut. Di dalam naskah ada narasi perjalanan atau informasi yang akan disampaikan.
-Lakukan pengecekan/ editing dengan pihak ketiga tentang naskah yang telah dihasilkan untuk memberikan kepuasan semua pihak.

7. Editing
Hasil shooting yang telah dilakukan selanjutnya akan diedit oleh Editor. Proses editing ditentukan terhadap kesukaran tingkat editing.
Urutan diediting
- naskah dan kaset rushes masuk editing
- capture
- voice over
- edit
- final

Untuk hasil yang maksimal, seorang produser harus melakukan koordinasi dengan editor.
Pihak Ketiga mendapatkan hasil sebuah dvd untuk melakukan pengecekan tentang apa yang telah dihasilkan.
Lakukan revisi untuk memberikan hasil yang maksimal.

8. Recording
Setelah semuannya OK, lakukan Recording.
Recording adalah hal yang dilakukan setelah editing.

9. FINAL
Pemberian hasil berupa dvd kepada para pihak . Ingatlah lakukan koordinasi dan berkerjasama dengan berbagai pihak untuk memperlancar kegiatan shooting hingga tayang.


[ Baca Selengkapnya... ]

Bagaimana Membuat Film Dokumenter

Mungkin anda bertanya-tanya bagaimana seharusnya seseorang membuat atau memproduksi film dokumenter. Sekarang ini, dengan peralatan yang murah, setiap orang dapat membuat film. Bisa saja benar demikian, namun, seberapa baik hasilnya? Adakah yang bersedia membayar untuk menontonnya?
Berikut adalah beberapa langkah penting yang sangat mendasar dalam membuat film dokumenter:
1) Pastikan bahwa kita mempunyai ide yang orisinil. Telusuri daftar-daftar film di festival internasional (khususnya Hot Docs, Silver Docs, Full Frame dan festival film dokumenter lainnya), Internet Movie Database, Indiewire dan wadah film-film lainnya, untuk memastikan bahwa belum ada film dengan topik yang sama pernah dibuat. Hampir semua film yang dibuat oleh para pemula dapat menarik perhatian para distributor film dari keikutsertaanya dalam festival film. Programer festival biasanya hanya mempunyai sedikit tempat untuk film dokumenter. Pastikan bahwa film kita berbeda dari yang lain. Film-film tentang 9/11, Iraq, dan AIDS adalah film-film yang sudah sangat umum.


2) Baca. Jika belum pernah sama sekali membuat film maka kita harus banyak belajar. Jangan membuat kesalahan-kesalahan yang tidak penting dan akhirnya membuang-buang uang. Luangkan waktu untuk membaca atau mencari cara untuk mendapatkan masukan dari para profesional.
3) Tonton. Carilah tempat-tempat di mana kita bisa menyewa atau menonton film-film dokumenter. Jika menggunakan TV kabel, beberapa saluran (channel) juga dapat menjadi sumber yang baik. Diskusikan film dokumenter favorit bersama teman yang juga menyukai film. Catat hasil diskusi yang penting.
4) Riset. Kita harus tahu bagaimana caranya membuat si subyek benar-benar ‘hidup’ dalam film. Pikirkan itu pada saat membuat treatment? hingga ke tampilannya. Pastikan kita sudah mendapatkan kesediaan dari para nara sumber juga izin lokasi di mana kita akan merekam gambar.
5) Jika hal-hal yang dibutuhkan sudah terkumpul, mulailah menulis treatment. Ikuti format yang sudah ditetapkan dalam menulis treatment?. Cari buku panduan jika membutuhkan bantuan. Ingatlah bahwa karya kita bermula dari treatment.
6) Hitung dan kumpulkan anggaran. Perkirakan berapa wawancara yang akan dilakukan dalam pembuatan film ini, berapa hari yang diperlukan, berapa tim yang akan ikut dalam produksi ini (penata suara, penata kamera, sutradara, editor), perlu tidaknya menyewa alat. Belakangan ini, kebanyakan film dokumenter berformat DVD or DigiBeta. Jangan lupa, izin atau biaya hak cipta dari musik yang akan kita pakai dapat menambah biaya yang cukup lumayan.
7) Tambahkan 30% di rencana anggaran kita, sebagai anggaran tidak terduga.
8.) Cari investor atau pen-donor. Para pemula biasanya mengajak teman atau keluarganya untuk ambil bagian dalam filmnya. Kita bisa mengajukan proposal ke bermacam-macam yayasan yang memberikan bantuan dana bagi pembuatan film dokumenter. Pada umumnya kita harus menunggu 3-6 bulan dari awal pengajuan proposal untuk mendapatkan jawabannya. Jangan memaksakan diri meminjam uang atau menggunakan kartu kredit untuk membuat film.
9) Atau kita bisa juga mempresentasikan treatment kita ke stasiun-stasiun TV yang mempunyai program dokumenter.
10) Produksi film.
11) Putar film kita di kalangan yang mengapresiasi film dokumenter atau kelompok-kelompok yang merupakan target penonton film kita. Evaluasi film kita melalui angket yang disebarkan saat itu, yaitu meminta penonton untuk menuliskan pendapat mereka tentang film kita. Apakah mereka mengerti, bagaimana suasananya dan pertanyan-pertanyaan lain yang kita anggap penting.
12) Tilik kembali evaluasi-evaluasi yang kita dapatkan dan kemudian pikirkan kembali apakah ada yang perlu diubah atau ditambahkan.
13) Ajukan film kita ke festival-festival film yang ada. Bisa dimulai dari festival-festival lokal (daerah) dan nasional.
sumber : http://www.in-docs.org/






Buat Script atau Skenario!
KESALAHAN yang selalu terjadi ketika pembuatan video tahunan adalah hal fatal yang sebetulnya merusak kesinambungan kerja. Kenapa? Karena tidak ada arsitektur yang terbentuk sebelum produksi. Sehingga produksi layaknya buta, tidak mendasar. HARUSNYA, tanpa skenario, kalian tidak dapat menentukan budget produksi kepada atasan. Kenapa? Ya rancangan juga belom ada, lalu apa yang mau diajukan?
Dalam bukunya “Dongeng Produksi Film Dari Sudut Pandang Manajer Produksi” Karya Tino Saroenggaloe ditulis, “Adalah omong kosong sebuah budget produksi diajukan sementara skenario belum jadi. Itu omong kosong belaka!”. Tapi berhubung tuntutan dari pihak atasan juga saat ini (baca : ketua Buku Tahunan atau pihak Senat/OSIS atau sekolah) kalian harus menentukan budget yang diperlukan, ya sudah apa boleh buat. Tapi berarti disini, kreatifitas kalian akan terpentok masalah dana. Itu yang selalu terjadi, maka mari kita lanjutkan.
Lalu, apa guna skenario dalam sebuah film dokumenter? Ya tentu sebagai arahan dari apa yang sudah kita ambil di lapangan. Inilah keuntungan dari sebuah film dokumenter. Kita bisa maju produksi dulu dengan segala keterbatasan kita, lalu naskah disesuaikan dengan apa yang kita miliki/dapat dilapangan.
Pada produksi-produksi video tahunan ebelumnya, skenario yang ada hanyalah konsep + narasi. Jadi di dalam tabel konsep (di poin sebelumnya), kita lalu menuliskan narasi yang harus dibacakan oleh pembaca narasi. Maka disini gua gak bisa menyajikan contoh-contoh skenario dari tahun-tahun sebelunya. Apa yang mau disajikan? Lha wong gak ada apa-apa. Jika kita mau bicara benarnya, sebetulnya tidak susah, koq. Tapi kebanyakan dari kalian hanya malas. ELO MALAS JUGA?
Lalu bagaimana format skenario video dokumenter? Hehe.. Gini, gini… Bikin tabel 5 kolom. Kolom pertama Nomor Adegan, kolom kedua adalah Visual, kolom ketiga adalah Audio (musik & narasi) sementara kolom ke 5 adalah Durasi. Skenario bisa saja tabel-tabelnya dibuat di komputer, lalu tulisannya ditulis tangan. Tapi apa sulitnya sih diketik dengan komputer?


Ini adalah contoh dari format tabel standart video dokumenter (Film Dokumenter, Corporate profile, dsb) :
Potongan naskah dari video tahunan Gonzaga angkatan 16 (2005).
Tampak sederhana bukan?! Ya. Tapi inilah yang merancang semua video yang nanti ada. Mungkin memang disini tampak berbentuk garis besar. Tapi inilah yang nantinya akan dikembangkan oleh para panitia pengembang naskah (sutradara, penulis naskah & editor) untuk bisa mengadaptasikan tulisan dan lembaran ini menjadi sebuah karya audio visual.










[ Baca Selengkapnya... ]

donate here

VOA News: Asia

BBCIndonesia.com | Berita Dunia | Indonesian News index

ANTARA - Berita Terkini

KOMPAS.com - Nasional

BALIPOST.com

detiknews - detiknews

Liputan6 - Aktual Tajam dan Terpercaya: RSS 0.92

Sindikasi welcomepage.okezone.com

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga LP * modified by eka DOT