Oleh Satrio Arismunandar
Wartawan Harian Kompas, Pepih Nugraha, dalam blognya menyatakan, bagi yang berminat mengirim artikel ke Kompas, perlu mengetahui syarat-syarat yang diinginkan Kompas. Penjabaran kriteria ini bisa menjadi salah satu strategi, dalam menyiasati artikel agar bisa dimuat. Pepih memaparkan 17 penyebab sebuah artikel ditolak oleh Desk Opini Kompas. Yaitu:
1. Topik atau tema kurang aktual
2. Argumen dan pandangan bukan hal baru
3. Cara penyajian berkepanjangan
4. Cakupan terlalu mikro atau lokal
5. Pengungkapan dan redaksional kurang mendukung
6. Konteks kurang jelas
7. Bahasa terlalu ilmiah/akademis, kurang populer
8. Uraian Terlalu sumir
9. Gaya tulisan pidato/makalah/kuliah
10. Sumber kutipan kurang jelas
11. Terlalu banyak kutipan
12. Diskusi kurang berimbang
13. Alur uraian tidak runut
14. Uraian tidak membuka pencerahan baru
15. Uraian ditujukan kepada orang
16. Uraian terlalu datar
17. Alinea pengetikan panjang-panjang.
Ditambahkan Pepih, mereka yang berminat menulis opini tinggal menegasikan saja 17 persyaratan di atas. Poin pertama, misalnya, topik atau tema harus aktual. Poin kedua argumen dan pandangan harus hal baru. Poin tiga, penyajian jangan berkepanjangan alias cukup singkat saja, dan seterusnya. Tentu saja ada "trik" lain agar opini bisa lolos dan dimuat, tetapi itu kata Pepih akan ia paparkan di kesempatan lain.
Syarat lain yang amat penting, menurut Kepala Desk Opini Kompas Tony D. Widiastono, adalah panjangnya artikel. Panjangnya cukup 5.300 karakter atau 700 kata saja dalam Bahasa Indonesia. Biar lebih cepat sampai,tulisan dikirim lewat imel ke alamat: opini@kompas.co.id. Naskah yang lolos pemeriksaan akan dimuat secepatnya. Jika tidak bisa dimuat, dipastikan dikembalikan paling lama dua minggu dari penerimaan naskah.
Menurut pengamatan saya, yang kebetulan juga pernah bekerja sebagai wartawan di Kompas, kriteria yang diutarakan Pepih memang benar. Tetapi itu baru koma, belum titik. Si penulis artikel harus bersiap menerima kenyataan, artikelnya dikembalikan, bukan karena tak layak atau tak memenuhi syarat-syarat yang disebut di atas, tetapi karena Kompas kekurangan space untuk memuatnya! Artikel saya pernah beberapa kali dikembalikan deengan alasan keterbatasan tempat untuk memuatnya.
Selain itu, tidak selalu suatu artikel dimuat karena semata-mata pertimbangan obyektif (hal ini bukan cuma berlaku di Kompas, tetapi juga di media-media cetak lain).
Ada hal-hal subyektif, seperti: kedekatan atau “hubungan khusus” antara pemilik media dengan si penulis artikel. Pengelola/pemilik media sering merasa tak enak hati, jika harus menolak tulisan dari tokoh-tokoh senior yang ia kenal dekat.
Selain itu, ada pertimbangan “kemanusiaan” (kasihan) kepada penulis artikel. Artikel itu dimuat dengan niat membantu si penulis, yang diketahui sedang mengalami kesulitan keuangan. Tentu saja, dua alasan subyektif di atas baru bisa dilaksanakan, jika kualitas artikel yang dikirimkan “tidak parah banget.” Jika kualitasnya terlalu buruk, ya tentu saja sulit dimuat, karena akan merusak citra Desk Opini suratkabar bersangkutan.
Saya tahu hal-hal ini, karena juga pernah ikut dalam rapat redaksi (ketika masih kerja di harian Kompas). Di dalam rapat waktu itu, diputuskan oleh pimpinan untuk memuat artikel dari seorang peneliti LIPI, dengan alasan subyektif yang sudah saya sebut di atas.
aumber : Satrio AM
21 Juni 2008
Essay - Kriteria Obyektif Dan Subyektif Dalam Pemuatan Artikel Di Harian Kompas
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
Komentar :
Posting Komentar