Profil Facebook Nyoman Ekayana

Cari di blog ini

Links

Followers

Advertisers


Masukkan Code ini K1-B133A2-E
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

04 Juni 2008

Riset Laporan investigatif

Wartawan yang mau melakukan investigasi, seperti orang yang mau melakukan perjalanan jauh, harus membawa “bekal.” Bekal itu berupa data dan informasi awal, yang merupakan batu pijakan pertama untuk menggali data dan informasi lain yang dijadikan fokus investigasi. Ada beberapa sumber untuk memperoleh data atau informasi awal tersebut.

Wartawan. Cara yang paling sederhana untuk memperoleh informasi awal adalah dengan menanyakan kepada wartawan lain, yang sedikit-banyak pernah meliput kasus serupa atau yang berhubungan. Misalnya, untuk menginvestigasi praktek penyelewengan dana non-budgeter Bulog di era Presiden Abdurrahman Wahid, kita bisa mencari informasi awal pada wartawan-wartawan lain yang pernah menyelidiki penyelewengan dana serupa di Bulog pada periode Presiden BJ Habibie.

Wartawan yang dimaksud di sini bisa wartawan dari media yang sama atau dari media lain. Pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, atau redaktur bidang liputan di media yang sama biasanya dengan sendirinya akan menyediakan informasi awal kepada reporter, sebelum memberi tugas investigasi. Mereka umumnya adalah wartawan senior yang sudah berpengalaman dalam menyelidiki kasus-kasus serupa, entah di Bulog atau di instansi lain. Jika mau mencari informasi dari wartawan di media lain, tentu harus dilakukan hati-hati karena adanya persaingan antar-media untuk memuat berita eksklusif.

Para wartawan senior ini juga bisa membantu memberikan akses ke sumber informasi lain. Seperti: dokumen/arsip konfidensial yang relevan, atau narasumber mantan pejabat yang tersingkir dari jabatannya dan mau membuka mulut.

Pakar. Jika informasi awal dari para wartawan senior kurang mencukupi, dan mereka mungkin tidak memiliki kapasitas keilmuan yang relevan untuk kasus yang akan diinvestigasi, reporter tidak perlu ragu untuk menanyakan kepada pakar dalam bidang terkait. Ketika reporter, yang belum tahu apa-apa tentang masalah minyak dan otomotif, ditugaskan menginvestigasi kasus pemalsuan oli mesin Pertamina, ia bisa menanyakan seluk beluk masalah oli mesin kepada pakar di bidang tersebut.

Kliping Berita. Sumber lain yang lazim diperiksa adalah berita-berita yang pernah dimuat di media massa, yang terkait dengan obyek yang mau diinvestigasi. Kliping berita semacam ini bisa ditemukan di perpustakaan dan dokumentasi media bersangkutan atau di media lain. Untuk di Indonesia, Harian Kompas dan Majalah Mingguan Tempo termasuk media yang memiliki pusat dokumentasi yang kuat dan bisa dimanfaatkan, dengan membayar biaya tertentu.

Untuk dokumentasi Kompas, informasi itu malah bisa diakses secara online, dengan berlangganan dan membayar biaya tertentu. Informasi awal juga bisa diperoleh di lembaga riset seperti: CSIS, LP3ES, dan Habibie Center. Untuk informasi yang bersifat data statistik, bisa diperoleh di Biro Pusat Statistik (BPS). Untuk menginvestigasi kasus yang berkaitan dengan masalah ekonomi, data tertulis dan statistik tampaknya lebih penting.

Dengan makin majunya teknologi informasi, cara penyimpanan informasi lewat kliping berita ini mungkin akan makin ditinggalkan karena tidak praktis dan menyita banyak tempat. Banyak perusahaan dan lembaga pemerintah kini makin beralih ke sistem penyimpanan data elektronik, yang setiap saat bisa diakses dengan mudah.

Internet. Dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sekarang ada sumber informasi meluas yang bisa diakses secara cepat dan murah, yaitu Internet. Dalam tahun-tahun terakhir, Internet makin besar peranannya sebagai sumber informasi untuk wartawan, tanpa memandang batas negara atau nasionalitas. Berbagai isi media internasional dan kantor berita juga bisa diakses lewat Internet.

Meskipun isi berita-berita itu tak boleh dikutip mentah-mentah begitu saja, wartawan tetap dapat memanfaatkannya sebagai informasi latar belakang untuk menulis laporan investigasi yang lebih mendalam. Selain sejumlah media cetak yang sudah go online, banyak lembaga pemerintah dan perusahaan swasta di Indonesia dan negara lain juga sudah memiliki situs sendiri di jaringan Internet, yang bisa diakses gratis.

Selain informasi tertulis yang bisa diakses langsung di Internet, jaringan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai forum diskusi, bertukar pikiran dan informasi antar wartawan di berbagai negara. Ada beberapa kelompok diskusi khusus untuk wartawan. Tiga yang terpenting, CARR-L, Journet dan SPJ-Online. Yang terakhir ini didirikan oleh Society of Professional Journalists. Dalam ketiga kelompok ini, wartawan, dosen dan mahasiswa jurusan jurnalistik dapat membahas masalah-masalah yang diminati bersama dan berbagi informasi mengenai ke mana berburu informasi dalam jaringan komputer.

Dengan keikutsertaan pada kelompok diskusi Internet ini, wartawan dapat berhubungan dengan orang-orang yang ahli mengenai bidang tertentu, yang berkaitan dengan obyek yang sedang diinvestigasi. Wartawan kemudian dapat menghubungi orang ini satu per satu untuk menggali informasi, atau menanyakan di mana dapat diperoleh informasi yang lebih banyak, atau siapa lagi sumber informasi yang layak untuk diwawancarai.

Tentu saja ada risiko bagi pencarian informasi di Internet. Jangan sekali-sekali mengira bahwa surat atau pesan yang dikirimkan, materi yang didiskusikan, serta informasi yang dipertukarkan di Internet bisa dirahasiakan atau menjadi eksklusif milik pribadi. Ribuan bahkan jutaan orang lain bisa saja ikut membaca pesan, surat, dan informasi itu, termasuk wartawan dari media saingan lain atau bahkan orang-orang tertentu yang kasusnya sedang dijadikan obyek investigasi.

Dengan makin luasnya akses informasi dan makin banyaknya informasi yang bisa diperoleh, peluang bagi terciptanya karya-karya jurnalistik yang lebih akurat, lebih komprehensif, lebih informatif, tentu juga makin besar. Namun risiko riset informasi dengan Internet barangkali justru wartawan kebingungan karena menerima “banjir informasi.” Banyak artikel di Internet sebenarnya berisi informasi yang sama, tapi terdapat di situs-situs yang berbeda. Sebagai contoh, ketika kantor berita Associated Press memuat tulisan tentang masalah tertentu, tulisan serupa juga muncul di The Washington Post dan The New York Times. Program pencari informasi (search engine) di Internet mencatat seluruh tiga artikel ini meski isi artikel itu sama. Dalam hal ini, wartawan harus pintar memilah dan menyeleksi informasi.
Di sisi lain, keuntungan yang nyata dari perkembangan teknologi Internet ini adalah berkurangnya monopoli informasi, yang selama ini dilakukan lewat pembatasan akses informasi.

Di masa lalu, wartawan yang mangkal di kantor kerja Presiden, Bina Graha, biasanya mendapat banyak keistimewaan. Jumlah korps wartawan, yang disebut “wartawan Sekneg” ini amat terbatas, dan untuk masuk menjadi “wartawan Sekneg” pun cukup sulit, karena harus di-litsus segala. Jika Presiden menyampaikan pidato tertentu atau kantor Menteri Sekretaris Negara mengeluarkan pernyataan tertentu, wartawan Sekneg-lah yang mendapat monopoli informasi, atau setidaknya akan memperoleh informasi itu lebih cepat dari wartawan lain. Dengan teknologi Internet, monopoli itu diakhiri.

Kini segala pidato Presiden dan pernyataan pers kantor Menteri Sekretaris Negara bisa langsung dimasukkan ke situs tertentu, yang bisa diakses langsung oleh seluruh wartawan Indonesia, bahkan wartawan yang berada di luar negeri sekalipun, asalkan ia memiliki akses Internet. Dengan demikian, telah terjadi pemerataan peluang memperoleh informasi, lewat kemudahan akses ke sumber informasi.

Risiko lain untuk pencarian informasi dari Internet adalah –meskipun banyak informasi bisa diperoleh di sana—sebagian informasi di dunia maya itu betul-betul “sampah” yang tidak berguna, tidak bisa dipercaya, dan tidak layak dijadikan acuan atau sumber berita. Lebih repot lagi kalau terjadi percampuran antara informasi yang benar dan informasi yang keliru. Sekali wartawan membuat kekeliruan dengan mencampurkan informasi akurat dengan informasi keliru, kesalahan itu akan berlipat ganda karena boleh jadi tulisan “campuran” itu juga dimuat di situs Internet, diakses oleh orang lain, dikutip pula dan dijadikan bahan referensi. Dan begitu seterusnya, tak terkontrol lagi.

Oleh karena itu, wartawan harus pandai memilah dan menyeleksi, situs mana saja yang bisa dijadikan referensi dan dikutip beritanya, dan situs mana yang harus dihindari. Situs yang terkait dengan media yang sudah ternama, seperti The Washington Post, The New York Times, Associated Press, Reuters, CNN, Kompas, The Christian Science Monitor, dan sebagainya, bisa dijadikan pegangan. *

sumber : satrio arismunandar

Komentar :

ada 0 komentar ke “Riset Laporan investigatif”

donate here

VOA News: Asia

BBCIndonesia.com | Berita Dunia | Indonesian News index

ANTARA - Berita Terkini

KOMPAS.com - Nasional

BALIPOST.com

detiknews - detiknews

Liputan6 - Aktual Tajam dan Terpercaya: RSS 0.92

Sindikasi welcomepage.okezone.com

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga LP * modified by eka DOT